Monday 12 September 2022

Angan yang Terhempas

Kami mengenalnya ketika menjalani pengobatan kemo pertama, anak muda berambut keriting itu terbaring diranjang sebelah anakku yang sama sama akan menjalani kemoterapi. Kami ditempatkan diruangan berdua dilantai 4 sebuah rumah sakit pusat kanker Nasional. Ibunya bernama bu Yanti seorang kepala sebuah TK didaerah Sukabumi, orangnya ramah dan selalu siap membantu dan selalu berbagi cerita tentang pengalamannya merawat anaknya yang menderita kanker Limfoma. Sama dengan penyakit yang diderita anakku. Thomas sudah pernah menjalani kemo ditahun 2019 dan sudah menyelesaikan tahapan kemonya, namun ditahun 2021 penyakitnya mulai menyebar lagi dan semakin membesar disekitar lehernya, yang membuatnya harus menjalani kemoterapi lagi. Namun Thomas saat itu tetap menampakkan wajah cerianya dan selalu ikut nimbrung ketika kami, ibunya dan aku bercerita, bahkan ia juga selalu menyapa anakku yang berada diranjang sebelahnya. Meskipun anakku tidak bisa bersuara karena ada trakeostomi yang dipasang dilehernya sebagai alat pernafasannya, namun komunikasi mereka selalu terjadi dan kadang membuat kami orang tuanya tersenyum bahagia, melihat anak kami yang mesikupun sedang terbaring sakit dan menjalani kemo tetap bisa menjalaninya dengan senyum dan cerita indah. Selama dua minggu kami bersama dirumah sakit, banyak pengalaman pengalaman yang diceritakan oleh bu Yanti pada kami,dan menambah ilmu bagi kami untuk menjalani pengobatan anak kami ini. Tak lupa dengan ramahnya setiap saat ia selalu memberikan suntikan semangat untuk anakku dan Thomas anaknya. Bu Yanti bercerita sebenarnya Thomas pingin sekali kuliah, namun karena harus menjalani kemoterapi ini maka niatnya untuk kuliah terpaksa ditunda dulu. Saat pertama kali dinyatakan menderita kanker Thomas masih di SMA , namun akhirnya ia bisa menamatkan jenjang SMAnya. Namun takdir menyebabkan ia menunda dulu niat kuliahnya karena kanker yang dideritanya tanpa diduga sudah menyebar kembali dan makin membesar benjolan dilehernya dan sejak saat itu iapun harus bolak bali kerumah sakit dan diputuskan harus dikemoterapi kembali. Keiinginan Thomas untuk melanjutkan kuliah masih terlihat dari setiap ceritanya. Ia punya banyak rencana dan mimpi jika nanti kuliah. Ia menceritakan itu semua dengan keyakinan bahwa meskipun tidak bisa tahun ini kuliah ia tetap optimis tahun depan bisa melanjutkan kuliah. "Rasanya gimana ya bu, ingin seperti teman teman lain yang kuliah, kelihatannya senang banget".. begitu ungkapan hati Thomas pada kami. Ia juga bertanya pada anakku, "benar ga Bang kuliah itu enak?" anakku dengan bahasa isyaratnya mengatakan ada enak dan ga enaknya, ga enaknya banyak tugas.. " lantas mereka ketawa bersama. Ini membuat kami bahagia melihat keduanya tertawa dengan cara masing-masing. Diawal minggu ketiga Thomas sudah dibolehkan pulang, karena ia lebih dahulu dari kami beberapa hari. Sebagai salam perpisahan tak lupa bu Yanti memberikan semangat padaku dan anakku. Bahkan Thomas pun ikut menyemangati anakku agar santai aja menjalani kemo ini, "dan semoga berjumpa lagi dalam keadaan sehat ya Bang.." begitu katanya pada anakku. Thomas dan ibunya sudah dijemput oleh keluarganya, semangat untuk sembuh masih terpancar dari wajahnya meskipun ia harus berjalan dengan kursi roda karena kakinya terasa sakit jika berdiri. Seminggu kemudian kami pun sudah diperbolehkan pulang oleh dokter dan sebelum pulang kami sudah dibuatkan perjanjian untuk jadwal kemo berikutnya. Setelah keluar dari rumah sakit kamipun memutuskan untuk pulang karena melihat kondisi psikis anakku yang sudah jenuh dirumah sakit dan meminta untuk pulang. Selama dua minggu kami berada dirumah beristirahat dan refreshing sebelum akhirnya kami harus kembali ke Jakarta untuk melanjutkan proses kemo tahap berikutnya sesuai perjanjian dengan dokter yang sudah dibuat sebelumnya. setelah dua hari dirumah sakit kami mendapat telpon dari bu Yanti yang mengatakan akan ke Jakarta juga melanjutkan tahapan kemo Thomas. Bu Yanti sempat meminta tolong padaku untuk melihat apakah hasil PCR anaknya sudah keluar, karena jika belum keluar ia akan menunda dulu keberangkatannya ke Jakarta. Dirumah sakit ini berlaku aturan bahwa setiap pasien yang akan menjalani proses pengobatan kemoterapi diwajibkan menjalani tes PCR terlebih dahulu, ini juga berlaku untu pendaping pasien yang hanya dibolehkan satu orang saja. Karena kami sudah berada dirumah sakit tentu tidak masalah untuk mengecek hasil PCR yang berada dilantai satu. Pada kemo kali ini kami mendapat tempat dilantai 7. Ketika mendapatkan data bahwa hasil PCR Thomas sudah kelar, akupun segera mengabari bu Yanti. Dan ini berarti Thomas dan keluarganya sudah bisa berangkat menuju kerumahsakit. Kami senang bisa membantu bu Yanti, karena sayang sekali jika ia sudah terlanjur berangkat dari Sukabumi, ternyata sesampai disini hasil PCR nya belum keluar. Besok harinya saat anakku baru saja selesai mandi pagi, bu Yanti sudah berada dikamarku. Dengan senym khasnya ia menyapa kami sambil membawa sebuah kantong yang ternyata berisi oleh oleh yang dibawanya untuk kami. "..ini buatan saya lho bu.. semoga ibu suka.." ternyata dia membawa rempeyek buatannya yang sangat enak sekali dan anakkupun sangat menyukainya. "Sepertinya bu Yanti ini memang jagonya masak.." kataku. Bu Yanti mengabarkan bahwa Thomas akan menjalani kemo 5 hari saja. Setelah itu bisa pulang. Sedangkan anakku harus menjalani masa kemo selama 2 minggu plus masa pemulihan seminggu, sehingga kami harus mendekam dirumah sakit selama 3 minggu.. masa yang cukup lama yang membuat anakku merasa jenuh sekali disini. Tapi kami tetap menghiburnya untuk tetap semangat menjalani pengobatan ini. Sorenya akupun ganti mengunjungi Thomas yang berada dilantai 5. Sekarang kami tidak sekamar lagi, namun jalinan persahabatan tetap terjalin dan dengan saling mengunjungi kamipun merasa lebih dekat dan merasa senasib. Saat kukunjungi kulihat Thomas terbaring lemas, dengan mata yangterus menatap kedepan, wajah cerianya seolah hilang, suaranya pun tampak tak bersemangat, namun ketika berbicara denganku ia masih mengulangi tentang keinginannya untuk kuliah dan bertanya bulan berapa kira-kira pendaftarannya. Ketika mendengar jawaban dariku matanya tetap menaptap kedepan, entah menyiratkan apa, aku sedih melihatnya dan berusaha menghiburnya, bahwa ga lama waktu menunggunya Thomas, insyaallah kamu segera sembuh dan bisa ikut test masuk kuliah. Thomaspun mengiyakannya meskipun dengan suara tertahan, karena ia harus menggunakan selang makan. Menurut bu Yanti sudah seminggu lebih Thomas susah makannya, makanya oleh dokter diputuskan untruk dibuatkan selang makan agar Thomas teap terasupi makanannya. Mungkin itulah yang membuat Thomas terlihat lemes. Dua bulan berlalu kami tidak bertemu lagi karena jadwal kemo anakku dan Thomas berbeda waktu. Dibulan awal Desember aku menerima telpon dari bu Yanti yang mengatakan sekarang ia berada dilantai 6 mendampingi Thomas yang akan menjalani kemo lanjutan. Bu Yanti juga menceritakan bahwa Thomas akan disedot paru nya karena parunya ada cairan. Saya kaget mendengar cerita bu Yanti. Kami yang sedang berada dilantai 7 untuk kemo kali ini. Aku menceritakan pada anakku bahwa sahabatnya Thomas ada dilantai 6 baru masuk hari ini. Anakku menyarankanku untuk melihat keadaan Thomas dan menyampaikan salam untuknya. Akupun segera menuju laintai 6 tempat dimana ruang perawatan Thomas. Kujumpai bu Yanti yang menyambutku dengan senyum ramahnya. Bu Yanti juga meminta untuk mendoakan Thomas yang terbaring lemas yang menurut ibunya besok akan dilakukan penyedotan cairan paru. Kulihat Thomas dengan wajah sayunya sempat memintaku untuk mendoakannya. Tak terdengar lagi cerita dari mulutnya yang ada hanya tatapan sayu dan tarikan nafas yang berat. Ya Allah.. sembuhkan ia ya Allah, sedih sekali melihat kondisi Thomas seperti ini. Beberapa hari kemudian aku mendengar kabar dari bu Yanti bahwa Thomas sudah disedot cairan parunya dan mereka sudah pulang. Kami mendoakan agar kondisi Thomas bisa membaik kembali. Bu Yanti mengatakan Thomas akan menjalani masa pemulihan parunya dulu dan setelah itu baru akan dilanjutkan pengobatan kemoterapinya. Tanggal 25 Desember kami mendapatkan kabar dari bu Yanti bahwa Thomas sudah pergi. Bu Yanti mengatakan bahwa Thomas tak sempat merayakan Natal bersama keluarga, karena malam Natalnya Thomas telah pergi meninggalkan dunia ini. Bu Yanti dan keluarga memang menganut agama Katholik, sepertinya mereka penganut yang taat. Namun itu tak menghalangi kami untuk dekat. KAmi merasa senasib dan cocok untuk saling curhat. Kedekatan kami didasarkan rasa kemanusiaan dan saling menghargai. Kami sangat kaget mendengar berita ini dan rasanya tak sanggup untuk menceritakan pada anakku, karena kawatir ia akan down mendengar berita ini, karena anakku dan Thomas sudah cukup dekat dan mereka selalu saling menguatkan dan memberi semangat satu sama lainnya. Hingga hari ini pun anakku belum tau bahwa sahabtnya Thomas sudah pergi meninggalkan dunia ini. Biarlah cerita ini kupendam sendiri. Bu Yanti memohon untuk dimaafkan segala kesalahan anaknya dan mendoakan anaknya. bu Yanti yang selalu tegar selama ini mendaping putra tercinta akhirnya luluh juga. Kamipun berusaha menghiburnya dan mendoakannya agar ikhlas menjalani musibah ini. Thomas tidak sakit lagi sekarang. beberapa hari kemudian kami mendapatkan kiriman dari bu Yanti kue kue Natal. Menurut bu Yanti kue ini adalah kue kesukaan Thomas dan ia khusus mengirimnya untuk kami yang sedang berada dirumah sakit. Anakku sedangmenjalani kemo ketiga nya. bu Yanti mengatakan kue kesukaan Thomas ini ia berikan pada orang orang yang dekat dengan Thomas. Terharu sekali kami mendengar cerita bu Yanti. Terimakasih bu.. semoga persahabatan kita ini tetap terjalin meskipun Thomas tidak bersama kita lagi. Keinginannya untuk kuliah biarlah menjadi penyemangat kita untuk tetap mendoakannya selalu. Selamat jalan Thomas.

No comments:

Post a Comment

Sifat Koligatif larutan in Life

Pernahkah kamu membuat bikin teh manis panas? Ketika air panas sudah dituang ke gelas berisi teh celup dan gula, lalu diaduk, apa yang terj...