Wednesday, 10 June 2020

Pupus

                                                                            Pupusnya Sebuah Harapan

                                                                            Penulis : Syarifah Ruqayah IM

Seperti biasanya setiap pagi aku berangkat kesekolah dengan sepeda motorku. Meskipun dimasa pandemi ini aktifitas sekolah hampir dikatakan tidak ada, namun sebagai seorang guru aku tetap hadir ke sekolah untuk menuntaskan tugas yang masih belum kutuntaskan. Beberapa hari terakhir ini aku disibukkan dengan kegiatan penerimaan siswa baru atau istilahnya PPDB. Aku  dan beberapa rekan guru dipercaya sebagai panitia PPDB disekolah. setelah melewati batas akhir pendaftaran maka hari ini sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan adalah pengumuman hasil penerimaan siswa baru. Dari sekian ratus pendaftar tidak sampai separuhnya yang dinyatakan lulus. Aku bersyukur melihat animo masyarakat dalam memilih sekolahku sangat tinggi, namun karena keterbatasan daya tampungnya sekolahku hanya menerima 8 kelas. Sekolahku memang termasuk sekolah favorit dikotaku, sehingga banyak yang berlomba lomba untuk dapat masuk sebagai siswanya. Akibat hal ini banyak pendaftar  yang tereliminasi karena kalah bersaing dengan yang lainnya. Meskipun pemerintah telah memberlakukan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru, namun hal ini tetap menyebabkan pendaftar membludak dihari pendaftaran yang dilakukan dengan sistim online kecuali untuk verifikasi berkas yang mau tak mau pendaftar harus mendaftarkan langsung kesekolah, Sekolahku tetap menerapkan aturan sesuai protokol kesehatan dimasa pandemi ini dengan membatasi kerumunan dan anjuran memakai masker, mencuci tangan di wastafel yang sudah disediakan pihak sekolah dibeberapa titik lokasi koridor sekolah. Pagi ini pengumuman hasil penerimaan peserta didik baru atau PPDB  dikeluarkan  melalui web sekolah. Selain itu pihak sekolahku juga menempelkan pengumuman hasil penerimaan siswa baru tersebut dipapan pengumuman.  
Begitu sampai disekolah dan memarkirkan  sepeda  motor kulangkahkan kakiku menuju lobi depan sekolah, Sepintas kulihat beberapa orang tua dan anaknya masih kulihat berada didepan papan pengumuman sekolah untuk melihat nomor-nomor yang terpampang disana. Sebagian kulihat tersenyum sumringah sambil memeluk anaknya, Ada yang meloncat kegirangan dan ada yang senyum senyum sendiri. Beberapa gadis kecil  yang kurasa mereka adalah pendaftar calon siswa baru, kudengar berbicara dengan cerianya sambil berupaya welfie didepan papan pengumuman, Melihat hal tersebut aku tersenyum dan dalam hati aku bergumam, inilah remaja dengan jiwa remajanya. aku membayangkan jika sekarang aku masih remaja tentu aku juga akan melakukan hal yang sama seperti mereka. 
Aku melangkah kan kaki menuju ruanganku yang terletak disebelah kiri loby, dengan berbelok kekiri ketelusuri koridor sekolah yang menghadap langsung kelapangan yang berada ditengah tengah sekolah. Sekolahku berleter O dengan lapangan multifungsi berada ditengah tengahnya. Dilapangan kami melaksanakan upacara bendera dan olah raga dan kegiatan lainnya. Dibagian pinggir lapangan berjejer pohon rindang sehingga menimbulkan kesan sejuk. Ketika akan membuka pintu ruangan mataku tertuju pada seorang gadis remaja yang tubuhnya agak kurus, mugil dan berkulit agak gelap duduk sendiri dan melihat kesatu arah dengan pandangan yang menerawang duduk dibawah rindang pohon yang berada didepan  ruanganku. Dari raut wajahnya terlihat kesedihan dan entah apa yang dipikirkannya. 
Kuurungkan niatku membuka pintu dan kudekati gadis itu dan kusapa dia dengan salam.  Seperti terkejut namun dia segera menyadarinya dan langsung menjawab salamku. Kutanyakan ia mengapa duduk disitu sendiri dan sedang menunggu siapa. Ia menjawab dengan logat  Aceh yang kental bahwa ia datang sendiri dari rumah untuk melihat pengumuman, ketika kutanyakan mengapa ia tidak  melihat di Web sekolah aja melalui HP sehingga tidak perlu datang kesekolah, jawabannya membuatku teriris hati ketika menyatakan bahwa ia tidak mempunyai HP android dan orang tuanya pun tidak punya, Jangankan android HP tet tot istilah orang sini juga ia tak punya. HP tet tot hanya dipunyai ayahnya yang bekerja sebagai tukang becak. Ia melanjutkan bercerita bahwa tidak melihat nomer nya dipapan pengumuman yang berarti tentunya ia tidak lolos. Kupandangi wajahnya selama ia berbicara, ada raut kecewa diwajahnya. Aku hanya bisa  mengatakan untuk membesarkan hatinya bersabar dan masih banyak sekolah lain yang bisa dimasukinya, meskipun Aina begitu namanya ketika ia memperkenal diri tadi, berada di satu zonasi dengan sekolahku. masih banyak sekolah negeri yang masih kekurangan siswanya, biasanya itu sekolah sekolah negeri yang berada dipinggir kota. ku sarankan agar Aina segera mendaftar disekolah yang masih membuka pendaftaran agar tak ketinggalan nantinya. Aina menyebutkan dirinya adalah anak tertua dari lima bersaudara, ayahnya bekerja sebagai penarik becak dan ibu nya bekerja serabutan, kadang mencuci dirumah tetangga atau membantu menjaga anak balita  tetangga yang orang tuanya bekerja dikantor. Aina tinggal dirumah sewa yang ukurannya sangat kecil untuk sebuah keluarga yang terdiri dari 5 anak. Namun dari nadanya bercerita kutangkap tidak ada nada kesedihan saat ia menceritakan kondisi keluarganya. Aina bahkan bersemangat mengatakan bahwa ia sangat ingin bersekolah disekolahku ini karena sekolah ini favorit dan banyak anak yang berprestasi didalamnya, ia pun ingin berprestasi seperti mereka dan bisa melanjutkan kuliah nantinya. Nadanya  menjadi sedih ketika mengatakan harapannya ternyata tidak allah kabulkan karena ternyata Aina tidak lolos dalam seleksi penerimaan siswa baru. Aina sampai bertanya kepadaku apakah karena kondisi ekonomi orang tuanya yang sebagai penarik becak, begitu  yang ia tulis di formulir pendaftaran yang menyebabkan ia tidak dapat diterima disekolah ini, aku segera membantahnya bahwa tidak ada pengaruh jenis pekerjaan orang tua terhadap seleksi penerimaan siswa baru, Penerimaan murni berdasarkan zonasi atau prestasi siswa pendaftar yang dibuktikan dengan test  dan sertifikat juara jika ia memilih jalur prestasi. Aina menurut ketika kusarankan  untuk mendaftar disekolah lain, namun ia tetap berharap sekali agar bisa sekolah disini nanti. Aku menasehatinya agar tetap semangat dan serius belajar dimanapun ia bersekolah, raih prestasi dan tentunya banyak berdoa agar Allah memberi kemudahan untuk setiap usaha yang ia lakukan, Sekolah dimanapun sama karena yang diajarkan juga sama, tinggal keseriusan kita dalam meraih prestasi lah yang membedakannya. terlihat Aina manggut manggut mendengarkanku. Aina.. gadis mungil berkulit gelap itu pun mohon pamit untuk pulang.."Aina sudah plong sekarang bu" katanya, "terimakasih sudah menasehati Aina, semoga Aina bisa berprestasi seperti yang ibu katakan tadi dan bisa juga  kuliah nantinya". Ia pun pamit dan  membalikkan badannya dan melangkah menuju lobi. di lobi masih kulihat ia kembali melihat kearahku dan membungkukkan badannya sebagai pertanda hormatnya. Aku terharu melihat sopannya Aina ketika berhadapan dengan guru dan  harapannya yang pupus untuk dapat bersekolah disekolah favorit. Kupanjatkan doa pada Yang Maha Pengasih semoga apa yang menjadi harapan Aina dapat diperolehnya dan bisa menjadi harapan keluarganya untuk mengubah nasib mereka kelak. Aina ..gadis mungil berkulit gelap.

2 comments:

  1. Semoga Aina-aina yang lain selalu terbuka jalanx dan menjadi cambuk untuk selalu bersemangat belajar..

    ReplyDelete
  2. Sangat menyentuh ceritanya Bu, semoga Aina dapat sekolah yang terbaik ya Bu...

    ReplyDelete

Sifat Koligatif larutan in Life

Pernahkah kamu membuat bikin teh manis panas? Ketika air panas sudah dituang ke gelas berisi teh celup dan gula, lalu diaduk, apa yang terj...